KALTIM — Legislator Kaltim, Shemmy Permata Sari menyatakan keprihatinannya atas tingginya angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah Kaltim.
Bagaimana tidak, tercatat pada 2021 sebanyak 551 kasus. Meningkat di tahun 2022 tercatat 945 kasus. Tahun 2023 bahkan mencapai 1.108 kasus.
Shemmy menilai kenyataan pahit bagi perempuan dan anak ini membutuhkan perhatian serius dari semua pihak, khususnya pemerintah.
“Kekerasan seksual dan kekerasan terhadap anak di Kaltim saat ini berada pada tingkat yang sangat memprihatinkan. Saya merasa perlu untuk menelusuri apakah sudah ada regulasi yang secara khusus melindungi mereka,” ujarnya, Sabtu (30/11/2024).
Menurut Shemmy, penting memastikan bahwa Kaltim memiliki payung hukum yang tegas untuk menangani kasus kekerasan.
Ia menyatakan pelaku kekerasan harus mendapatkan sanksi setimpal, sementara korban memerlukan dukungan penuh, baik secara hukum maupun psikologis.
“Kita perlu memastikan bahwa regulasi yang ada benar-benar bisa melindungi perempuan dan anak. Jika belum mencukupi, maka kami akan mendorong pembentukan Perda khusus atau revisi aturan yang ada,” ungkapnya.
Shemmy juga berkomitmen melakukan kajian lebih dalam aturan yang sudah berlaku di Kaltim, termasuk berdiskusi dengan instansi terkait untuk merumuskan langkah konkret dalam menekan angka kekerasan.
Ia lebih jauh pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah, aparat penegak hukum, serta masyarakat dalam menciptakan lingkungan aman bagi perempuan dan anak.
Upaya bersama ini, menurut politisi Golkar itu, dapat memperkuat pencegahan dan penanganan kasus kekerasan di Kaltim.
“Kami tidak ingin ada lagi korban yang merasa tidak terlindungi. Keamanan dan kenyamanan perempuan serta anak harus menjadi prioritas kita bersama,” tegas politisi perempuan ini.
Ia optimis dengan perlindungan hukum yang lebih baik, Bumi Etam dapat menjadi daerah yang aman dan ramah bagi perempuan dan anak.
Ia berharap langkah-langkah yang diambil pemerintah dan masyarakat dapat memberikan rasa aman serta keadilan bagi korban kekerasan.
“Saya percaya, jika kita bersama-sama mengambil tindakan tegas dan konsisten, maka Kaltim bisa menjadi contoh daerah yang berhasil melindungi perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan,” tutupnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kaltim per Juli 2024 tercatat sebanyak 568 kasus.
“Kasus kekerasan di Kaltim terus menunjukkan peningkatan signifikan, data terakhir 31 Juli 2024 tercatat 569 kasus,” ucapnya September lalu.
Dia membeberkan beberapa tahun terakhir, bahkan setelah Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) disahkan, peristiwa kekerasan terhadap anak dan perempuan masih sulit diantisipasi.
Ia mengungkapkan data dari Simfoni Perlindungan Perempuan dan Anak menunjukkan tren kenaikan yang mengkhawatirkan. Pada 2021 tercatat 551 kasus. Tahun 2022 tercatat 945 kasus, tahun 2023 tercatat 1.108 kasus.
“Untuk tahun 2024 ini, terhitung hingga akhir Juli sudah ada 568 kasus kekerasan,” ujar Soraya.
Hingga September 2024, tercatat kurang lebih 750 kasus kekerasan yang melibatkan perempuan dan anak.
“Kekerasan seksual menjadi jenis kekerasan yang paling dominan, diikuti kekerasan fisik dan psikis,” ujar Noryani di Balikpapan Oktober lalu. (***)