SAMARINDA – Wakil Ketua II Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Samarinda, Zumardin, melontarkan kritik tegas terhadap pernyataan Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud, yang menyebut kerusakan hutan di Kaltim masih berada dalam batas wajar.
Menurut Zumardin, pernyataan tersebut tidak hanya problematik secara konseptual, tetapi juga berpotensi menyesatkan opini publik terkait kondisi ekologis Kalimantan Timur yang sesungguhnya.
“Kerusakan hutan tidak bisa dinormalisasi dengan alasan pembangunan atau kepentingan ekonomi. Kaltim sudah lama menanggung dampak eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan,” ujarnya Senin 15 Desember 2025.
Dia menegaskan, deforestasi masif, degradasi lingkungan, banjir yang terus berulang, hingga hilangnya ruang hidup masyarakat adat dan lokal merupakan bukti nyata bahwa kondisi ekologis Kaltim berada dalam situasi krisis.
“Menyebut kerusakan hutan sebagai sesuatu yang wajar sama saja dengan mengabaikan penderitaan ekologis dan sosial yang dirasakan langsung oleh masyarakat,” tegasnya.
Zumardin juga menilai pernyataan tersebut mencerminkan lemahnya perspektif keberlanjutan serta minimnya keberpihakan terhadap perlindungan lingkungan hidup.
Padahal, secara yuridis, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup secara tegas mewajibkan negara dan pejabat publik untuk mencegah serta memulihkan kerusakan lingkungan.
“Kerusakan hutan bukan keniscayaan, melainkan kegagalan kebijakan dan lemahnya penegakan hukum,” katanya.
Ia mengingatkan, narasi yang menormalisasi kerusakan hutan berbahaya karena dapat menjadi pembenaran moral bagi korporasi dan pihak-pihak yang selama ini diuntungkan dari praktik eksploitasi sumber daya alam yang merusak.
“Pernyataan seperti ini berpotensi melemahkan komitmen penegakan hukum lingkungan dan menggerus kesadaran publik akan pentingnya menjaga hutan sebagai penyangga kehidupan,” jelasnya.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya kepemimpinan yang jujur dan berani dalam membaca krisis ekologis di Kalimantan Timur.
“Kaltim membutuhkan keberanian politik untuk menghentikan laju kerusakan hutan, memperketat pengawasan, menindak tegas pelaku perusakan lingkungan, serta memastikan pembangunan berjalan selaras dengan prinsip keadilan ekologis dan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,” pungkasnya. (*/Red)


















