KUTIM – Di beritakan sebelumnya, Kecamatan Sandaran, Kutai Timur, dilanda banjir.
Tiga desa terdampak yaitu desa Susuk Tengah, Susuk Dalam, dan Susuk Luar.
Awalnya diduga akibat hujan deras dan pasang laut. Namun, ada dugaan lain. Banjir disebut bukan murni karena faktor alam.
Camat Sandaran, Mulyadi, menyebut banjir berasal dari wilayah perusahaan.
“Awalnya banjir di PT WIN duluan. Karena mereka di hulu Susuk Dalam,” ujarnya saat dikonfirmasi via telepon, Selasa 8 Juli 2025.
Lanjut dia, sekitar 8 hingga 12 jam air di PT. WIN surut. Namun, air mengalir deras ke Desa Susuk Dalam.
Lalu ke Susuk Tengah dan sebagian Susuk Muara. Apalagi saat itu air laut sedang pasang, maka banjir pun meluas.
Camat juga mengeluhkan sikap perusahaan. Sudah hampir satu tahun, tidak ada koordinasi.
“Selama saya di sini, jangankan CSR, komunikasi saja susah,” tambahnya.
PT Wira Inova Nusantara (PT WIN) adalah bagian dari Gunta Samba Group. Perusahaan ini kerap jadi sorotan di Kutai Timur.
Kemudian, PT WIN mendapat peringkat merah dalam Properlink 2024–2025.
Peringkat merah menandakan perusahaan tak memenuhi standar lingkungan. Data ini tertuang dalam SK Gubernur Kaltim.
Salah satu penyebab tidak menyampaikan self-assessment lingkungan. Perusahaan juga dianggap tidak transparan.
Diketahui dari informasi yang dihimpun, masalah di PT WIN bukan sekali terjadi. Sejumlah kasus pernah muncul.
Tahun 2016, SPN melaporkan ada 10 mantan karyawan dikuburkan di area perkebunan. Tindakan ini dinilai tak manusiawi.
Masih di 2016, Radar Nusantara memberitakan konflik ketenagakerjaan. Proses bipartit dan tripartit selalu buntu. Perusahaan melanggar perjanjian bersama.
Karyawan mengeluh soal BPJS yang dipotong tapi tak aktif. Kartu peserta pun tak diberikan.
Alat kerja dibeli sendiri. PPH 21 dipotong tidak sesuai aturan. Ada PHK sepihak tanpa pesangon.
Status karyawan tetap dibiarkan sebagai buruh harian. Hak-hak pekerja perempuan juga diabaikan.
Kemudian tahun 2018, DLH Kutim jatuhkan sanksi ke PT. WIN. Perusahaan buang limbah tanpa izin. Ada pula kebocoran pipa limbah. Pelanggaran ini berulang.
Tahun 2022, Komisi I DPRD Kaltim temukan kerusakan mangrove. PT WIN dinilai merusak hutan mangrove di Desa Parindan, Sangkulirang.
Mangrove ditebang untuk buat jalan dan jembatan. Pohon mangrove juga dijadikan timbunan.
Tahun 2023, muncul konflik lahan dengan kelompok tani. Lahan 430 hektar milik petani dipakai perusahaan. Namun, tak ada kompensasi.
Pada RDP di DPRD Kaltim, PT WIN janji bayar lahan. Tapi janji tinggal janji. Hingga kini belum direalisasikan. Diskusi soal nilai ganti rugi pun tak pernah dibuka.
Hingga berita ini diterbitkan, media telah melakukan konfirmasi dengan pihak perusahan, namun belum ada yang direspon. (**/M)