CUITANKALTIM.COM – Kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT hingga Gemini kini tak hanya dimanfaatkan untuk bekerja atau belajar.
Sebagian pengguna justru menjadikannya pasangan virtual. Namun, penelitian terbaru mengungkap sisi gelap dari fenomena yang tengah marak ini.
Dalam studi yang dipublikasikan di Journal of Social and Personal Relationships, tim peneliti dari Universitas Brigham Young menemukan bahwa hubungan romantis dengan chatbot AI justru membuat penggunanya lebih rentan mengalami depresi dan kesepian.
Survei terhadap 2.989 responden menunjukkan hampir 20 persen orang dan bahkan 25 persen kelompok usia 18-29 tahun pernah menggunakan chatbot percintaan.
Alih-alih membawa manfaat emosional, interaksi tersebut dikaitkan dengan meningkatnya masalah psikologis.
Data riset juga mengungkap fakta mengejutkan. Sebanyak 7 persen responden mengaku melakukan masturbasi saat berbincang dengan AI, sementara 13 persen lainnya menonton konten porno berbasis AI.
Tren ini lebih sering terjadi pada pria dan kelompok usia muda, yang dua kali lebih mungkin berinteraksi intim dengan AI dibandingkan kelompok usia lebih tua.
Beberapa responden bahkan mengaku lebih memilih chatbot ketimbang hubungan nyata dengan manusia.
Padahal, tujuan awal teknologi percakapan ini adalah membantu orang yang kesepian agar merasa lebih terhubung. Namun, peneliti Brian Willoughby menegaskan hasil studi menunjukkan hal sebaliknya.
“Kami tidak menemukan bukti bahwa penggunaan AI membantu orang merasa tidak terlalu sendirian atau terisolasi,” ujarnya, Jumaat 12 September 2025.
“Sebaliknya, hubungan dengan AI justru memperparah kesendirian.” Lanjutnya.
Kekhawatiran juga muncul dari kalangan remaja. Studi yang dilakukan Internet Matters mencatat, 67 persen anak berusia 9-17 tahun rutin menggunakan chatbot AI.
Sepertiga di antaranya menganggap AI sebagai teman, sementara 12 persen mengaku tidak memiliki teman nyata untuk diajak bicara.
Dalam skenario terburuk, ketergantungan berlebihan pada bot percakapan dikaitkan dengan munculnya fenomena yang disebut “psikosis AI”.
Istilah ini digunakan psikiater untuk menggambarkan gangguan mental berat akibat interaksi obsesif dengan AI, yang dalam sejumlah kasus telah dilaporkan berujung pada bunuh diri hingga tindak kekerasan. (*/Wahdi)