SAMARINDA – Polresta Samarinda memastikan senjata api yang digunakan dalam kasus penembakan di salah satu tempat hiburan malam bukan milik institusi resmi.
“Senjata itu bukan berasal dari Polri maupun TNI,” tegas Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Hendri Umar, Kamis (13/11/2025).
Penyelidikan mengungkap fakta baru. Senjata tersebut pernah dimiliki oleh oknum Brimob berinisial D.
Dia sudah dipecat tidak dengan hormat (PTDH) karena menjual senjata ke pihak sipil.
“Yang bersangkutan sudah diberhentikan dari kepolisian,” ujar Hendri, dikutip katakaltim.
Proses etik terhadap D telah selesai. Bandingnya ditolak. “Putusannya tetap PTDH,” tambah Hendri.
Diketahui, senjata yang digunakan pelaku adalah senjata pabrikan. Namun bukan jenis organik milik TNI atau Polri.
“Balistik memastikan senjata itu pabrikan, bukan dinas,” jelasnya.
Polisi kemudian menelusuri asal usul senjata. Pada 2018, D mendapatkan senjata itu saat BKO di Jakarta.
“Ia membeli senjata dalam kondisi rusak dari seorang sipil,” tutur Hendri.
Senjata itu lalu diperbaiki hingga berfungsi kembali. Beberapa tahun kemudian, pada 2022, D yang mengalami kesulitan ekonomi menjual senjata itu.
“D menjualnya kepada seseorang berinisial J alias I,” ungkapnya.
Belakangan, J alias I termasuk dalam sembilan tersangka kasus penembakan di THM Samarinda.
“Benar, D menjual senjata itu kepada J alias I,” kata Hendri.
Dari tangan J, senjata berpindah ke pelaku eksekutor. Ia menembak korban DIP hingga meninggal di tempat kejadian.
“J alias I inilah yang menyerahkan senjata kepada pelaku utama,” lanjut Hendri.
Hendri menegaskan, tidak ada hubungan pribadi antara D dan para tersangka.
“Semuanya murni karena jual beli,” ucapnya.
Peluru yang digunakan juga satu paket dengan senjata tersebut. “Pelurunya dibeli bersamaan,” tambah Hendri.
Kini, kasus penembakan itu sudah masuk persidangan di PN Samarinda. Total ada sepuluh tersangka, termasuk eksekutor dan pihak yang terlibat dalam rantai jual beli senjata.
“Kasusnya sudah masuk di PN Samarinda,” pungkasnya. (*/Red)


















