SANGATTA – Wakil Bupati Kutai Timur, Mahyunadi, melontarkan pernyataan tegas mengenai urgensi meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai fondasi kemandirian fiskal daerah.
Dalam paparannya, ia menyoroti besaran PAD Kutim yang masih relatif kecil dan mengingatkan akan risiko serius jika ketergantungan pada anggaran pusat tidak segera dikurangi.
Dengan membawa data yang konkret, Mahyunadi membeberkan kondisi riil kemampuan fiskal daerah yang dipimpinnya.
‘Kita ingin maksimalkan pembangunan yang dapat berpotensi menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kutai Timur, karena PAD kita saat ini masih kecil sekali, hanya 400 miliar,” katanya, Kamis 13 November 2025.
Pernyataan ini secara gamblang mengungkapkan niat strategis pemerintah daerah untuk mengarahkan setiap proyek dan kebijakan pembangunan pada satu tujuan utama penambahan PAD.
Penggunaan frasa “kecil sekali” untuk menggambarkan angka Rp400 miliar menunjukkan bahwa angka tersebut dinilai tidak proporsional dengan potensi dan kebutuhan pembangunan Kutai Timur, sehingga diperlukan lompatan strategis.
Kekhawatiran terbesar Mahyunadi adalah keberlanjutan pembangunan jika sumber pendanaan utama masih bergantung pada pemerintah pusat.
Dia memberikan sebuah peringatan yang tegas mengenai dampak dari kebijakan efisiensi dari level nasional.
“Bayangkan jika ke depan efisiensi anggaran dari pusat terus berlanjut, wah bisa bahaya. Maka dari itu pembangunan yang kita lakukan ini harus berorientasi untuk meningkatkan PAD kita,” tegasnya.
Pernyataan ini mengandung analisis risiko yang mendalam. Kata “bahaya” yang digunakan bukanlah hiperbola, melainkan sebuah antisipasi terhadap kemungkinan terburuk dimana pembangunan daerah bisa mandek jika transfer dana pusat berkurang.
Oleh karena itu, orientasi pembangunan untuk meningkatkan PAD bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan untuk menjamin keberlangsutan semua program dan layanan kepada masyarakat.
Sebagai langkah menuju hal tersebut, Mahyunadi mengisyaratkan bahwa pemerintah daerah tidak tinggal diam. Sebuah blueprint atau formula kebijakan telah disiapkan, meski rinciannya belum dapat diungkap ke publik.
“Formulasinya sudah kami siapkan, hanya saja belum bisa saya terangkan lebih lanjut di sini,” ujarnya.
Pernyataan ini memberikan keyakinan bahwa telah ada perencanaan yang sistematis di balik layar, meski masih memerlukan waktu dan proses yang tepat untuk diumumkan secara resmi.
Namun, diakui pula bahwa jalan menuju peningkatan PAD tidak mulus. Mahyunadi mengungkapkan bahwa tantangan terbesar justru terletak pada perangkat hukum di level daerah.
“Banyak potensi PAD yang bisa kita kembangkan, hanya saja memang kendalanya ada di regulasi yang belum kita sempurnakan. Namun beberapa sudah ada yang kita selesaikan dan sudah berjalan juga, hanya penyerapannya di lapangan masih kurang optimal,” jelas Beliau dengan tenang kepada awak media.
Ini mengindikasikan bahwa masalahnya kompleks; tidak hanya pada penyusunan regulasi, tetapi juga pada efektivitas implementasi dan penyerapannya di lapangan.
Untuk mengatasi semua ini, ia menekankan perlunya komitmen kolektif dari seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) agar kemandirian fiskal Kutai Timur bukan sekadar wacana, melainkan sebuah cita-cita yang dapat diwujudkan dalam waktu yang tidak terlalu lama.
“Kita harus semua komitmenr untuk mningkatkan PAD,” pungkasnya. (ADV)


















