SANGATTA – Upaya penanganan stunting di Kabupaten Kutai Timur menghadapi tantangan kompleks: angka prevalensi yang masih tinggi dan keterbatasan anggaran yang menghambat optimalisasi program di lapangan.
Meski demikian, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kutai Timur terus berkomitmen memperkuat strategi pencegahannya dengan mengandalkan program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting), yang sejalan dengan 50 program unggulan Bupati.
Anik Saidah, pejabat dari Bidang Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga DPPKB, secara resmi memaparkan program andalan mereka.
“Iya program kita itu ada namanya Genting, Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting”, kata Anik Saidah, Kamis 13 November 2025.
Pernyataan ini menegaskan identitas dan fokus dari intervensi yang dilakukan, yang mengedepankan konsep kepedulian sosial melalui figur “orang tua asuh” untuk mendampingi keluarga berisiko.
Namun, di balik optimisme pelaksanaan program, terdapat data yang memprihatinkan. Anik Saidah membeberkan realitas angka stunting di Kutai Timur yang masih memerlukan perhatian serius.
Dirinya menambahkan bahwa angka stunting di Kutai Timur walaupun relatif menurun tapi masih cukup tinggi, yaitu 26%, dengan rincian 21% dalam kategori stunting dan 5% lainnya termasuk dalam kategori sangat stunting.
Pemilahan data ini penting karena menunjukkan bahwa tidak semua kasus stunting sama. Ia melanjutkan penjelasannya dengan lebih detail,
“Untuk yang 5% itu artinya yang memerlukan penanganan khusus karena disertai riwayat seperti penyakit jantung atau diabetes yang diwariskan secara genetik dari orang tua”, jelasnya.
Penjelasan ini mengungkap lapisan masalah yang lebih dalam, di mana stunting tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi dan lingkungan, tetapi juga diperberat oleh kondisi kesehatan bawaan, sehingga memerlukan pendekatan penanganan yang lebih kompleks dan terintegrasi dengan layanan kesehatan kuratif.
Tantangan operasional terbesar yang diungkapkan oleh Anik Saidah adalah persoalan anggaran. Dalam situasi di mana program pencegahan justru paling dibutuhkan, kemampuan fiskal ternyata sangat terbatas.
Lebih lanjut Anik Saidah mengungkapkan keprihatinannya terkait keterbatasan anggaran yang ada, sementara upaya pencegahan stunting sangat penting dan mendesak untuk dilaksanakan secara optimal.
“Kami menilai anggaran yang ada saat ini masih terbatas untuk pelaksanaan program pencegahan stunting, apalagi mengingat jarak antar kecamatan yang cukup jauh. Di triwulan ke 4 ini kita juga sudah kehabisan anggaran”, katanya.
Keluhan ini menyoroti dua masalah sekaligus: pertama, ketidakcukupan alokasi dana sejak awal, dan kedua, tantangan geografis Kutim yang luas dengan jarak antar kecamatan yang jauh, yang secara signifikan meningkatkan biaya operasional logistik dan mobilisasi tenaga penyuluh.
Menghadapi kendala ini, DPPKB tidak tinggal diam. Pihaknya juga menyampaikan ada kaloborasi antara pemerintah desa dan kecamatan untuk bersama-sama menyukseskan program penanganan stunting ini.
Kolaborasi tingkat akar rumput ini diharapkan dapat memperluas jangkauan program. Langkah strategis lainnya adalah dengan melibatkan legislatif.
Ia berharap penanganan stunting ini bisa menjadi perhatian khusus pemerintah daerah.
“Tadi kita sudah bertemu dengan DPRD Kabupaten Komisi D, kita sampaikan masalah kekurangan anggaran. Pihak DPRD Kabupaten sangat terbuka dan akan membahasnya kembali dengan badan anggaran”, bebernya.
Tindakan proaktif ini menunjukkan sebuah upaya untuk mencari solusi jangka menengah dengan mengajak legislatif bersama-sama memprioritaskan isu stunting dalam pembahasan anggaran mendatang, mengingat dampak jangka panjang stunting yang dapat menghambat pembangunan sumber daya manusia Kutim di masa depan. (ADV)


















