KUTIM – Mahasiswa dan warga di seluruh Indonesia menggelar aksi demontrasi, termasuk di Kutai Timur.
Mereka tergabung dari Aliansi Kutim Melawan turun ke jalan di simpang empat kawasan perkantoran Bukit Pelangi, Sangatta Utara, Senin (1/9/2025).
Koordinator aksi, Andi Zulfian, mempertanyakan tindakan represif aparat kepolisian dan telah mencederai nilai demokrasi Indonesia.
“Kami inginkan budaya kekerasa di instusi kepolisian segerah hapus, dan tunduk pada hukum,” tegasnya.
Menurutnya, polri memiliki prinsip pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat, bukan alat dari politik.
“Polisi itu harus dekat dengan masyrakat, jangan mau di adudomba,” ungkapnya.
Kemudian, penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia yang dinilai berpotensi mengancam demokrasi dan hak asasi manusia.
Disamping itu, massa menyampaikan ultimatum kepada Kapolres Kutim AKBP Fauzan Arianto.
Mereka menuntut agar kepolisian berkomitmen penuh menjunjung konstitusi dan melindungi hak masyarakat dalam menyampaikan pendapat.
Selain itu, Kapolres diminta memastikan tidak ada lagi tindakan sewenang-wenang dari aparat serta menindak tegas setiap pelanggaran etik dan prosedur.
Tak hanya itu, aliansi juga mendesak Kapolres segera menyusun Peraturan Kapolres Kutim tentang perlindungan pengemudi ojek online.
Aturan tersebut harus selesai dan berlaku efektif maksimal dalam 100 hari kerja sejak 1 September 2025.
“Kami menagih komitmen dan menantang Kapolres Kutai Timur untuk berani menyatakan aksi demonstrasi yang dilakukan di Kutim itu tidak akan direpresif oleh pihak kepolisian,” tegasnya.
Diketahui, demo tersebut berlangsung damai dan membacakan pernyataan sikap dari Aliansi Kutim Melawan sebanyak delapan poin penting.
Seperti, menghentikan segala bentuk kekerasan aparat, mengusut tuntas pelaku dan pimpinan yang bertanggung jawab, serta mendesak Presiden dan DPR RI untuk mengevaluasi dan mencopot Kapolri. (*/Maldini)