JAKARTA – Selama ini, asam urat atau gout kerap dikaitkan dengan gaya hidup tidak sehat, pola makan tinggi purin, atau kebiasaan mengonsumsi makanan berlemak.
Namun, sebuah studi genetik berskala internasional baru-baru ini mematahkan mitos tersebut.
Hasil riset menunjukkan bahwa faktor keturunan atau genetika memiliki pengaruh jauh lebih besar dalam memicu penyakit ini dibandingkan faktor gaya hidup semata.
Dilansir dari Science Alert, Senin 14 Juli 2025. Riset yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Genetics itu melibatkan analisis data genetik dari 2,6 juta orang di 13 kelompok data DNA berbeda.
Dari jumlah tersebut, lebih dari 120 ribu di antaranya adalah penderita asam urat. Peneliti kemudian membandingkan kode genetik para penderita dengan mereka yang tidak memiliki riwayat asam urat.
Hasilnya, genetika dinilai sangat berperan dalam menentukan apakah seseorang berisiko tinggi mengidap penyakit ini.
Bahkan, dalam banyak kasus, gaya hidup hanya memperparah kondisi yang sudah secara genetik mengarah ke peradangan sendi akibat kristal asam urat.
“Asam urat adalah penyakit kronis yang sangat dipengaruhi faktor genetik, bukan semata akibat kesalahan pribadi seperti pola makan atau gaya hidup,” tegas Tony Merriman, epidemiolog dari Universitas Otago, Selandia Baru, dikutip dari CNBC Indonesia
Merriman juga menyoroti bahwa mitos yang menyalahkan gaya hidup kerap membuat penderita merasa malu dan enggan mencari bantuan medis.
“Akibat stigma ini, banyak pasien memilih menahan rasa sakit daripada memeriksakan diri, padahal pengobatan bisa sangat membantu,” ungkapnya.
Asam urat terjadi ketika kadar zat tersebut terlalu tinggi dalam darah, hingga akhirnya membentuk kristal berbentuk jarum di persendian.
Reaksi sistem kekebalan terhadap kristal inilah yang memicu peradangan parah, nyeri hebat, pembengkakan, dan kemerahan di area sendi, terutama di jempol kaki, lutut, atau pergelangan kaki.
Riset juga mengungkap bahwa gen seseorang memengaruhi cara sistem imun merespons kristal tersebut.
Inilah sebabnya mengapa dua orang dengan pola makan serupa bisa memiliki kondisi yang sangat berbeda terkait asam urat. (*/wahdi )