BALIKPAPAN – Ketua DPRD Bontang, Andi Faizal Sofyan Hasdam, menyampaikan kegelisahannya terkait ketimpangan fiskal yang dialami Kota Bontang.
Penyampain itu saat menghadiri Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Daerah Wilayah Kalimantan Timur 2025, di Hotel Novotel Balikpapan, Rabu (10/9/2025).
Dalam forum yang juga dihadiri Ketua KPK RI, Andi Faizal menegaskan bahwa Bontang menjadi salah satu dari tiga kota utama di Kalimantan Timur selain Balikpapan dan Samarinda.
Namun, menurutnya, potensi pendapatan asli daerah (PAD) Bontang masih jauh tertinggal.
“Samarinda dan Balikpapan memiliki PAD yang mencapai lebih dari Rp1 triliun. Sedangkan PAD Bontang hanya sekitar Rp397 miliar,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, besarnya PAD dua kota besar tersebut ditopang oleh sektor jasa dan industri, termasuk keberadaan hotel-hotel besar serta kedekatan dengan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Sementara itu, struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bontang mayoritas bersumber dari Dana Bagi Hasil (DBH).
“Postur APBD Bontang, 85 persen-nya berasal dari DBH,” jelasnya.
Andi Faizal turut mengapresiasi terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Menurutnya, aturan ini menjadi angin segar bagi daerah pengelola sumber daya alam seperti Bontang.
“Dalam UU itu disebutkan daerah pengelola seperti Bontang mendapat hak 1 persen. Ini angin segar bagi kami,” ucapnya.
Namun, ia mengaku khawatir jika pemotongan DBH terus terjadi. Hal ini akan berdampak langsung pada pembangunan di daerah.
“Kalau dipotong, APBD kami tinggal Rp1,3 triliun. Kalau dikurangi lagi, sangat mengganggu kegiatan pembangunan,” kata dia.
Untuk itu, meminta Ketua KPK dapat membantu menjembatani komunikasi dengan Kementerian Keuangan agar tidak terjadi ketimpangan yang makin lebar.
“Jangan sampai gas habis, kami belum sempat ekselerasi pembangunan dan penguatan infrastruktur,” tegasnya.
Ketua DPD Golkar Bontang itu menambahkan, bila sektor gas habis dan pabrik pupuk tidak beroperasi, ia khawatir Bontang akan menjadi kota mati.
“Saya tidak bisa membayangkan, APBD tinggal Rp1,3 triliun, dipotong lagi Rp800 miliar. Ini ketidakadilan,” pungkasnya. (*/Red)