KUTIM – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan Pemerintah Kota Bontang terkait sengketa batas wilayah dengan Kabupaten Kutai Timur mengenai status Dusun Sidrap.
Putusan yang bersifat final dan mengikat ini dibacakan dalam sidang pleno MK pada Rabu (17/9/25).
Kepala Desa Martadinata, Sutrisno, S.Pd, menyambut putusan tersebut dengan mengajak masyarakat untuk tetap menjaga persatuan.
“Putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga yang terpenting bagi kita sekarang adalah menjaga kondusivitas di masyarakat. Jangan sampai perbedaan pandangan soal batas wilayah justru memecah persaudaraan warga,” ujar sutrisno saat ditemui wartawan diacara maulid.
Sutrisno juga menekankan agar seluruh pihak memfokuskan energi pada pembangunan.
“Saya berharap semua pihak bisa menempatkan kepentingan masyarakat di atas segalanya,” ungkapnya.
“Mari kita jadikan putusan ini sebagai momentum memperkuat kebersamaan demi kesejahteraan warga, khususnya di Dusun Sidrap,” tambahnya.
Permohonan sengketa batas wilayah diajukan oleh Pemerintah Kota Bontang melalui Basri Rase, Andi Faisal Sofian Hasdam, Junaidi, dan Agus Haris.
Mereka mempermasalahkan ketidaksesuaian antara norma UU No. 47 Tahun 1999 dengan lampiran peta wilayah yang dianggap merugikan Kota Bontang.
Sebelumnya, MK sempat memerintahkan mediasi antara Bontang, Kutim, dan Kabupaten Kutai Kartanegara yang difasilitasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur serta disupervisi Kementerian Dalam Negeri.
Namun, mediasi gagal mencapai kesepakatan. Kota Bontang tetap menginginkan Sidrap menjadi wilayahnya, sementara Kutai Timur menolak.
Dalam pertimbangannya, MK menegaskan bahwa penentuan batas wilayah tidak hanya terkait aspek geografis, tetapi juga harus memperhatikan aspirasi masyarakat, pelayanan publik, dan kesejahteraan warga.
Meski begitu, MK menyatakan tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan atau mengubah batas wilayah secara teknis.
“Penentuan ulang atau perubahan batas wilayah adalah ranah pemerintah pusat bersama DPR melalui mekanisme pembentukan undang-undang, bukan kewenangan Mahkamah Konstitusi,” demikian salah satu poin pertimbangan MK.
Diketshui, sidang pleno yang dipimpin sembilan hakim konstitusi ini diputuskan pada 9 September 2025 dan dibacakan pada 17 September 2025 pukul 14.08 WIB dengan bantuan Panitera Pengganti Mardian Wibowo. (*/Maldini)