BONTANG – Ketua Harian DPD KNPI Kota Bontang, Sadly Jaya M memberikan apresiasi terkait pencapaian program 100 hari kerja Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni dan Wakil Walikota Bontang, Agus Haris.
Baginya, keseriusan kerja kepala daerah dapat diukur dari 100 hari pasca dilantik.
“Ini menjadi penilaian awal. Kalau dalam 100 hari kerja saja tidak maksimal. Bagaimana dengan 1 periode kepemimpinannya,” kata Sadly Jaya saat dikonfirmasi media ini, Jumat pagi (30/5/2025).
Lebih lanjut, Jaya -sapaannya-, mengatakan dengan data yang disajikan dari survei hasil kepuasan masyarakat mencapai 90,7 persen. Menurutnya, angka tersebut terbilang cukup tinggi atau dapat dikategorikan sangat baik.
“Biasanya kan ada standar nilai. Kalau 90 persen hingga 100 persen itu sangat baik,” tuturnya.
Jaya menekankan, meskipun dalam kurung waktu tiga bulan kepala daerah telah bekerja dan dinilai sangat puas.
Namun, janji politik Neni-Agus saat kampanye harus menjadi perhatian. Masih banyak perlu direalisasikan dari program kerja tersebut.
“Ya seperti pembangunan jalan lingkar. Termasuk pengentasan banjir yang masih menjadi momok bagi warga Bontang,”
Ia menambahkan, satu periode kepemimpinan Wali Kota bukan waktu yang singkat. Meskipun begitu, jika tidak direncanakan dengan matang maka berpotensi tidak terlaksana diakhir masa jabatannya. Dampaknya, semakin menggerus kepercayaan publik terhadap pemangku kebijakan dikemudian hari.
“Waktu 5 tahun ini dibilang lama tidak juga. Dibilang singkat tidak juga. Kami (Pemuda, Red.) berharap Wali Kota dapat merealisasikan semua janji politiknya. Karena ini ini menyangkut kepercayaan masyarakat,” ucap Ketua IKAMI Sul-Sel Cabang Bontang ini.
Terakhir, Jaya menegaskan bahwa DPD KNPI Kota Bontang tidak hanya menjadi mitra strategis pemerintah. Tetapi, sebagai agent sosial control kebijakan Neni-Agus selama satu periode nantinya.
“Kita harus pastikan bahwa pembangunan di Kota Bontang harus berdampak langsung kepada masyarakat yang memerlukan. Kami tidak hanya sebagai mitra strategis, namun juga sebagai mitra kritis dan akademis,” pungkasnya. (***)