SAMARINDA — Upaya relokasi Pasar Subuh di Jalan Yos Sudarso, Kelurahan Karang Mumus, Samarinda Kota, Jumat (9/5/2025), memanas dan berujung ricuh.
Bentrokan tak terhindarkan antara aparat gabungan dan pedagang yang menolak dipindahkan ke Pasar Beluluq Lingau, Jalan PM Noor.
Ratusan personel dari Satpol PP, Kepolisian, TNI, dan Damkar diterjunkan untuk menertibkan lapak, namun aksi saling dorong dengan pedagang dan mahasiswa yang membela mereka terjadi di tengah proses penertiban.
Sebanyak 57 pedagang Pasar Subuh menjadi sasaran relokasi pemerintah kota. Namun sebagian besar menolak karena berbagai alasan yang bersifat sosial, ekonomi, dan historis.
Farida (50), salah satu pedagang, menyampaikan kesedihannya atas penggusuran tersebut. Ia mengaku sudah berjualan di lokasi itu sejak usia remaja, dan tinggal tak jauh dari pasar.
“Saya sedih sekali, seolah-olah tidak ada harapan. Karena penghasilan kami hanya di sini, disuruh pindah ke pasar yang tidak ada pembelinya,” ujarnya dikutip dari Katakaltim.
Bagi Farida dan pedagang lainnya, Pasar Subuh bukan hanya tempat mencari nafkah, tetapi juga bagian dari kehidupan dan warisan keluarga.
Ia menyebut bahwa hubungan antara pedagang dan konsumen sudah terjalin sangat kuat, bahkan lintas generasi.
“Konsumen pasar subuh kebanyakan etnis Tionghoa, pembeli kami itu-itu aja. Cuma beda generasi. Penjual di sini pun itu-itu aja, kami meneruskan usaha bapak kami,” lanjutnya.
Meski menolak dan merasa belum diberi solusi yang layak, para pedagang hanya bisa pasrah ketika aparat mulai merobohkan lapak satu per satu.
Beberapa terlihat menangis dan mengemasi barang dagangan seadanya di tengah penjagaan ketat aparat.
Pemerintah Kota Samarinda sebelumnya telah mengumumkan rencana relokasi ini sebagai bagian dari penataan kota dan upaya meningkatkan fasilitas pasar.
Namun, di lapangan, banyak pedagang merasa tidak dilibatkan dalam dialog yang adil atau tidak diberikan opsi yang realistis.
Situasi ini menyisakan pertanyaan besar, apakah relokasi dapat dilakukan tanpa mengorbankan kehidupan warga kecil yang menggantungkan harapan pada tempat usahanya?
Bagi sebagian besar pedagang Pasar Subuh, hari itu bukan sekadar penggusuran fisik, tetapi juga penghapusan sejarah dan identitas mereka sebagai bagian dari denyut ekonomi lokal Samarinda. (***)