JAKARTA – Tantrum anak kerap menjadi ujian kesabaran tersendiri bagi para orang tua. Tak jarang, ledakan emosi yang tiba-tiba membuat situasi di rumah, bahkan di tempat umum, menjadi penuh tekanan.
Namun, menurut para ahli, menghadapi tantrum anak tak harus dibalas dengan kemarahan.
Tantrum bisa muncul dalam bentuk kemarahan, kesedihan, frustasi, hingga perilaku yang tampak tak terkendali.
Dalam kondisi ekstrem, anak bisa menahan napas, muntah, merusak barang, bahkan menyakiti dirinya sendiri atau orang lain.
Reaksi spontan sebagian orang tua biasanya adalah memarahi anak agar segera diam. Padahal, pendekatan ini justru bisa memperparah situasi.
Mengutip laman Raising Children, tantrum paling umum terjadi pada anak usia 1 hingga 3 tahun. Ini adalah masa ketika anak masih dalam tahap perkembangan bahasa, sosial, dan emosional.
Di usia ini, anak belum sepenuhnya mampu mengekspresikan perasaan atau kebutuhannya secara verbal, sehingga frustrasi mudah muncul.
Anak yang lebih besar pun bisa mengalami tantrum, terutama bila belum memiliki keterampilan untuk mengelola emosinya secara sehat.
Lalu, bagaimana cara menghadapi tantrum anak secara efektif tanpa harus meninggikan suara?
1. Tetap Tenang
Langkah pertama yang paling penting adalah mengendalikan diri. Jangan terpancing emosi. Tetaplah tenang agar anak belajar bahwa ledakan emosi bukan cara efektif untuk mendapatkan perhatian atau keinginannya terpenuhi. Setelah emosi anak mereda, baru ajak bicara dengan nada lembut.
2. Abaikan Bila Memungkinkan
Jika tantrum tidak membahayakan, cobalah untuk mengabaikannya. Namun, jika anak mulai melakukan tindakan berisiko seperti melempar benda, memukul, atau menendang, segera alihkan ke tempat yang lebih aman dan tegaskan bahwa perilaku tersebut tidak boleh dilakukan.
3. Alihkan Perhatian
Karena rentang perhatian anak biasanya pendek, mengalihkan fokus mereka bisa menjadi solusi cepat. Tawarkan mainan, buku, atau kegiatan lain yang disukainya agar ia melupakan penyebab tantrum nya.
4. Jauhkan dari Keramaian
Jika tantrum terjadi di tempat umum, segera ajak anak menjauh dengan lembut. Lingkungan yang tenang bisa membantu anak merasa aman dan memberi ruang bagi orang tua untuk mengatur emosi sebelum kembali berinteraksi.
5. Minimalkan Ucapan
Hindari memberikan penjelasan panjang saat anak masih menangis atau berteriak. Dalam kondisi emosi tinggi, anak sulit menerima informasi. Tunggulah sampai anak tenang untuk mulai berbicara.
6. Validasi Perasaannya
Akui emosi anak meski Anda tidak menyetujui perilakunya. Kalimat seperti “Ibu tahu kamu sedang kecewa” dapat membantu anak memahami dan menamai emosinya, sehingga lebih mudah dikelola di masa depan.
7. Beri Pelukan Saat Emosi Reda
Usai tantrum, pelukan bisa menjadi penguat hubungan emosional. Anak merasa dipahami dan dicintai, yang bisa membantu proses pemulihan emosinya.
Tantrum adalah bagian alami dari perkembangan anak.
Dibutuhkan kesabaran dan pemahaman agar orang tua dapat menjadi pendamping yang bijak dalam proses tumbuh kembang emosional mereka.
Alih-alih dengan amarah, pendekatan penuh kasih dan tenang justru lebih ampuh untuk membantu anak mengelola emosinya.(*/Whd)