CUITANKALTIM-COM – Kanker masih menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia, dan di antara ragam jenisnya, kanker pankreas atau pancreatic ductal adenocarcinoma (PDAC) menjadi salah satu yang paling mematikan. Namun, harapan baru muncul dari tempat yang tak terduga: feses manusia.
Peneliti internasional baru-baru ini menemukan bahwa tinja bisa menjadi petunjuk biologis penting untuk mendeteksi kanker pankreas secara dini, bahkan sebelum gejala muncul.
Temuan ini membuka babak baru dalam dunia medis, mengingat selama ini kanker pankreas baru terdeteksi saat pasien sudah mengalami gejala serius seperti kelelahan kronis dan nyeri yang tak jelas asalnya, yang kerap terlambat dikenali.
Dilansir dari Science Alert, Rabu 30 Juli 2025, para ilmuwan menggunakan teknologi sekuensing gen 16S rRNA untuk menganalisis DNA bakteri dalam usus dari sampel feses.
Hasilnya mencengangkan pasien kanker pankreas memiliki keragaman mikrobioma usus yang jauh lebih rendah dibandingkan individu sehat.
Perbedaan ini begitu mencolok sehingga bisa membentuk semacam “sidik jari biologis” yang membedakan antara pasien dan non-pasien.
Studi yang melibatkan tim dari Finlandia dan Iran ini kemudian melangkah lebih jauh.
Dengan memanfaatkan kecanggihan kecerdasan buatan (AI), mereka mengembangkan model prediktif yang mampu mengidentifikasi pasien kanker pankreas hanya berdasarkan profil mikrobioma mereka dengan tingkat akurasi yang menjanjikan.
Penelitian ini menjadi bagian dari perkembangan pesat dalam ilmu mikrobioma.
Teknik lanjutan seperti shotgun metagenomic sequencing kini memungkinkan pemetaan genom bakteri secara lebih detail dan menyeluruh, termasuk mendeteksi transfer mikroba antarindividu.
“Dulu, tubuh manusia dianggap sebagai sistem biologis yang terpisah. Tapi kini, kita melihatnya sebagai ekosistem kompleks bersama triliunan mikroba yang hidup berdampingan,” tulis para ilmuwan dari Quadram Institute dalam The Conversation dikutip Rabu 30 Juli 2025.
Lebih dari seribu sampel tinja kini telah dianalisis di lembaga tersebut untuk memahami peran mikrobioma dalam kanker usus besar.
Penelitian juga menunjukkan bahwa mikroba tak hanya dipengaruhi oleh kanker, tetapi dapat mempercepat atau memperlambat pertumbuhannya. Fenomena serupa bahkan ditemukan pada penyakit neurodegeneratif seperti Parkinson.
Meski pendekatan ini masih dalam tahap awal dan belum diterapkan secara luas di klinik, para peneliti optimistis bahwa masa depan deteksi kanker akan berubah drastis.
Di masa mendatang, mungkin tak perlu lagi menunggu gejala muncul atau prosedur invasif—cukup dari yang setiap hari kita buang ke kloset, jawabannya bisa ditemukan.
“Kita semakin memahami bahwa jawaban dari berbagai pertanyaan medis bisa saja tersembunyi dalam hal yang selama ini kita abaikan, yaitu feses,” ujar tim peneliti dari Quadram Institute.
Dari yang dulu dianggap kotor dan tak penting, tinja kini menjadi ‘emas biologis’ dalam dunia sains. Dan siapa tahu, secuilnya bisa menyelamatkan nyawa. (*/Wahdi)