KALTIM – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Kalimantan menyatakan penolakan terhadap rencana pemerintah menetapkan Kalimantan sebagai tujuan utama program transmigrasi nasional tahun 2025–2029.
Kebijakan ini dinilai sebagai bentuk ketidakadilan dan pengabaian terhadap masyarakat lokal.
“Kalimantan bukan tanah kosong,” tegas Andi Muhammad Akmal, Koordinator Pusat BEM Se-Kalimantan Periode 2024 – 2025, Kamis 10 Juli 2025.
Menurut Andi, rencana transmigrasi yang dicanangkan dalam RPJMN Kementerian Transmigrasi memperlihatkan cara pandang pemerintah pusat yang keliru terhadap Kalimantan.
“Pemerintah masih melihat Kalimantan sebagai ruang kosong yang bisa diisi sesuka hati,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa kebijakan ini mengulang pola lama yang kerap menimbulkan konflik dan ketimpangan sosial di masa lalu.
“Kami khawatir transmigrasi justru memperparah konflik agraria dan marginalisasi warga lokal,” kata Andi.
Di tengah derasnya ekspansi industri ekstraktif seperti tambang, sawit, dan proyek Ibu Kota Negara (IKN), penambahan penduduk dari luar dinilai akan mempercepat kerusakan lingkungan.
“Beban ekologis Kalimantan sudah sangat berat, jangan ditambah lagi,” ucapnya.
Andi juga menyoroti absennya proses konsultasi publik dalam penyusunan peta wilayah transmigrasi terbaru.
“Tidak ada ruang partisipasi masyarakat Kalimantan dalam kebijakan ini,” jelasnya.
Ia menyebutkan bahwa pendekatan top-down pemerintah merupakan bentuk pengingkaran terhadap prinsip demokrasi partisipatif.
“Pemerintah seolah berjalan sendiri, tanpa mendengar suara dari akar rumput,” kritik Andi.
BEM Se-Kalimantan menuntut agar pemerintah segera mengevaluasi rencana transmigrasi tersebut secara menyeluruh dan transparan.
“Evaluasi total itu mutlak, jangan paksakan kebijakan yang tidak berpihak,” katanya.
Mereka juga meminta agar perlindungan terhadap wilayah adat dan pengakuan atas tanah ulayat dijadikan prioritas dalam setiap kebijakan pembangunan di Kalimantan.
“Tanah ulayat dan komunitas adat harus dilindungi, bukan dikorbankan,” tegasnya.
Lebih jauh, Andi menekankan pentingnya pelibatan aktif masyarakat Kalimantan dalam perencanaan pembangunan.
“Kami berhak menentukan masa depan wilayah kami sendiri,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa Kalimantan bukan pelengkap proyek nasional, melainkan bagian integral dari Indonesia yang berdaulat.
“Kami bukan penonton atas keputusan pusat,” katanya lagi.
Sebagai penutup, Andi menyatakan bahwa mahasiswa dan rakyat Kalimantan akan terus bersuara menolak segala bentuk kebijakan yang tidak adil secara sosial dan ekologis.
“Kami akan terus berdiri menjaga tanah kami. Kalimantan bukan tanah kosong,” pungkasnya. (**/M)