BONTANG – Pemerintah Kota Bontang diprediksi menghadapi penurunan drastis APBD tahun 2026 akibat pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) oleh pemerintah pusat.
Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni, langsung menginstruksikan efisiensi anggaran dan inovasi di tiap OPD.
“Kita harus realistis, tapi tetap kreatif mencari solusi,” ujarnya saat rapat RADALOK 2025.
DBH Bontang diprediksi anjlok dari Rp1,2 triliun pada 2025 menjadi hanya Rp321 miliar di tahun 2026.
Kondisi ini dinilai memukul perencanaan program-program strategis yang sebelumnya sudah disahkan.
“Kami akan tinjau ulang semua kegiatan. Yang tidak mendesak, kita tunda,” kata Neni.
Neni juga menyayangkan lemahnya kemandirian fiskal Bontang yang sangat bergantung pada dana pusat, terutama karena PAD (Pendapatan Asli Daerah) belum cukup signifikan.
“Kita belum berdiri di kaki sendiri. Itulah tantangannya,” ungkapnya.
Terkait kebijakan pusat, Neni mengkritik pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 2022 yang dianggap tak berpihak pada daerah penghasil.
“Janji satu persen itu tinggal tulisan. Tidak ada implementasi,” keluhnya.
Untuk menghadapi situasi ini, Neni mengajak perusahaan di Bontang agar lebih aktif melalui program CSR.
“Kami ingin CSR tidak hanya formalitas, tapi betul-betul membantu masyarakat,” jelasnya.
Meski berat, ia berharap jajaran Pemkot tetap berpihak pada kepentingan rakyat.
“Fokus kita tetap bekerja untuk masyarakat. Itu tidak boleh berubah,” tegasnya. (*/ayb)