JAKARTA – Hingga kini, Kejaksaan Agung belum melakukan penahanan terhadap Jurist Tan, Staf Khusus eks Mendikbudristek Nadiem Makarim, meskipun dirinya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan tahun 2019-2022.
Kejaksaan Agung belum melakukan penahanan terhadap Jurist Tan karena yang bersangkutan saat ini diketahui berada di luar negeri. Atas dasar itu, Jurist Tan resmi dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan kini berstatus sebagai buronan Kejagung.
Menurut laporan CNN INDONESIA, “Kami pertama sudah melakukan DPO dan tentu kami bekerja sama dengan pihak terkait agar yang bersangkutan bisa hadir, bisa pulang di Tanah Air [Indonesia],” tutur Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus.
Lebih lanjut ia menyampaikan penyidik telah memanggil Jurist Tan sebanyak 3 kali untuk menjalani pemeriksaan. Namun, yang bersangkutan tidak perna memenuhi panggilan tersebut dan selalu mangkir dari proses penyidikan.
Penyidik menyebut bahwa Jurist Tan meminta agar proses pemeriksaan dilakukan secara tertulis. Akan tetapi, permintaan tersebut di tolak lantaran bertentangan dengan aturan dalam KUHP dan KUHAP.
Sementara itu, Kejagung tidak hanya menetapkan tersangka sebagai buronan, tetapi juga telah menggandeng instansi untuk memulangkan Jurist ke tanah air.
Kejaksaan agung sebelumnya mengusut kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan leptop chrombook dalam rangka program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek periode 2019-2022.
Dalam kurun waktu tersebut, Kemendikbudristek tercatat mengadakan 1,2 Juta leptop untuk sekolah terutama daerah 3T dengan Anggaran Rp9,3 Triliun.
Penggunaan Chrombook dalam program ini di nilai tidak tepat lantaran banyak daerah 3T belum memiliki akses internet sehingga perangkat tersebut tidak bisa di gunakan secara maksimal.
Dalan perkara ini, kejaksaan agung menetapkan empat orang sebagai tersangka yakni Mulyatsyah selaku Direktur SMP Kemendikbudristek 2020-2021, Sri Wahyuningsih mantan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek periode yang sama, Jurist Tan Mantan stafsus Mendikbudristek Nadiem Makarim, dan Ibrahim Arief selaku Konsultan Teknologi pada Kemendikbudristek era Nadiem.
Tindakan ini menyebabkan negara mengalami kerugian hingga Rp1,98 Triliun terdiri atas kerugian atas item software (CDM) sebesar Rp480 miliar dan pengelembungan harga leptop senilai Rp 1,5 Triliun. (*/T)