YOGYAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menggelar Forum Diskusi Terpumpun (FDT) Masukan Eksternalitas dalam Rangka Evaluasi Nasional Pelaksanaan Pemilihan Serentak 2024 pada Minggu s.d. Selasa, 16-18 November 2025 di Sahid Raya Yogyakarta Hotel dan Convention.
Kegiatan ini bertujuan untuk menghimpun masukan dari berbagai pemangku kepentingan eksternal guna memperbaiki penyelenggaraan pemilihan pada kontestasi berikutnya.
Forum dibagi dalam lima classroom dengan fokus evaluasi meliputi dimensi tahapan, non-tahapan, kelembagaan, eksternalitas, serta pengolahan data dan penyusunan laporan evaluasi nasional.
Kegiatan tersebut melibatkan organisasi masyarakat seperti PBNU, PP Muhammadiyah, PHDI, PGI, KWI, Walubi, dan Matakin; kelompok pemantau pemilu seperti NETFID Indonesia, KIPP, JPPR; unsur Cipayung Plus; akademisi; hingga masyarakat sipil.
Sebagai salah satu peserta undangan, NETFID Indonesia, diwakili oleh Manager Pemantauan Pemilu Nasional, Muh. Rafly Setiawan, yang tergabung dalam classroom 2 dengan fokus evaluasi dimensi non-tahapan pemilihan, mencakup logistik dan teknologi, sosialisasi serta partisipasi masyarakat, dan aspek hukum.
Manager Pemantauan Pemilu Nasional, Muh. Rafly Setiawan, memaparkan tiga isu krusial Penyelenggaraan Pemilihan Serentak 2024.
“Pertama, distribusi logistik di daerah yang sangat sulit diakses, baik transportasi darat maupun laut sehingga menghambat terselenggaranya proses Pemilihan. Maka, ke depan penting untuk memetakan daerah mana saja yang berbasis agraris dan maritim dengan kategori mudah terjangkau, relatif terjangkau, dan sulit terjangkau”, kata pemuda yang akrab disapa Rawan ini.
Selain itu, ia juga menyoroti penurunan partisipasi masyarakat dan maraknya penyebaran hoax menjelang Pemilihan.
“Kedua, partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Serentak 2024 di bawah 70 persen, menurun drastis pada Pilkada 2020 sebesar 76,09%. Ini belum ditinjau dari capaian kualitatif, apakah masyarakat memilih pada Pemilihan Serentak 2024 dengan sadar, penunh tanggung jawab, dan rasional misalnya”, terangnya.
Masih dengan isu yang sama, ia menambahkan substansi pelaksanaan sosialisasi oleh penyelenggara Pemilihan perlu menyasar komunitas adat dan kelompok rentan lainnya agar Pemilihan berjalan dengan adil dan berintegritas.
“Selain itu, kita menyadari ekses dari penggunaan teknologi, bukan hanya pada Pemilihan semata, tetapi pasca Pemilihan. Maka, menjadi penting KPU RI untuk membentuk semacam satgas investigasi fakta Pemilihan untuk memberikan informasi faktual, akurat, dan valid terkait dengan informasi yang menyesatkan yang semakin marak beredar di ruang digital, karena mengingat KPU RI memiliki wewenang untuk mencerahkan publik dan menghindari risiko apatisme politik”, tambahnya.
Hal lainnya juga disoroti oleh Rafly adalah lonjakan sengketa hasil pemungutan suara yang masuk ke Mahkamah Konstitusi. Hingga awal Januari 2025, tercatat 309 perkara terdaftar, berdampak pada pelaksanaan PSU di sejumlah daerah.
“Lonjakan sengketa memperlihatkan bahwa fondasi regulasi dan tata kelola penyelesaian perselisihan belum kokoh. Saya juga menyayangkan, di tanah kelahiran saya, Kota Palopo, kelalaian Penyelenggara Pemilihan terjadi sehingga terjadi PSU,” tegasnya.
Terakhir, Rafly mengharapkan rekomendasi strategis dari teman-teman penggiat Pemilu perlu menjadi atensi bagi KPU RI.
“Pertimbangan dan rekomendasi strategis dari teman-teman Pemantau maupun Penggiat Pemilu patut ditindaklanjuti agar tata kelola Pemilihan berjalan dengan adil dan setara sehingga Pemilihan selanjutnya hasilnya zero mistake dan kolaborasi multi stake holders”, tutupnya.
Forum ini diharapkan menjadi pijakan evaluasi menyeluruh untuk memperkuat integritas Pemilihan Serentak berikutnya melalui kolaborasi antara penyelenggara dan masyarakat sipil. (*/Rawan)


















