SANGATTA – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menegaskan bahwa pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) untuk aparatur sipil negara (ASN) harus disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah.
Hal ini disampaikan Kepala Bagian Organisasi Setkab Kutim, Erwin, usai mengikuti rapat koordinasi kelembagaan di Sangatta, belum lama ini.
“TPP itu bukan hak tetap, tapi stimulus yang diberikan sesuai kemampuan fiskal. Jangan sampai membebani daerah,” kata Erwin.
Ia menjelaskan, kebijakan terkait TPP juga terikat pada aturan nasional yang membatasi belanja pegawai maksimal 30 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Jika porsi tersebut terlampaui, ruang fiskal daerah akan menyempit dan berdampak pada kualitas pelayanan publik.
“Kalau belanja pegawai melewati 30 persen, otomatis ruang fiskal makin sempit. Dampaknya pelayanan publik bisa tidak optimal,” ujarnya.
Erwin menambahkan, besaran TPP dihitung berdasarkan indikator kinerja seperti disiplin, capaian tugas, kehadiran, hingga evaluasi Inspektorat.
Sistem berbasis kinerja tersebut diharapkan mampu menjaga motivasi ASN sekaligus memastikan insentif diberikan tepat sasaran.
Ia menegaskan bahwa TPP tidak sama dengan tunjangan jabatan atau tunjangan struktural.
Nilainya dapat berubah setiap tahun mengikuti kondisi fiskal serta hasil evaluasi perangkat daerah.
“Kita harus menjaga keseimbangan antara dorongan kinerja ASN dan kemampuan fiskal daerah. Semuanya harus terukur, transparan, dan sesuai regulasi,” tegasnya.
Kebijakan ini sekaligus sejalan dengan arahan Kemendagri dan KemenPAN-RB yang mendorong efisiensi belanja aparatur di seluruh daerah. Pemkab Kutim berharap pola TPP berbasis kinerja dapat memperkuat budaya kerja ASN yang profesional, efektif, dan akuntabel. (ADV)


















