OPINI – Pembangunan Kota Bontang, yang selama ini dikenal dengan pesatnya pertumbuhan infrastruktur dan sektor industri, kini berada di persimpangan jalan.
Di satu sisi, kita melihat kemajuan fisik yang tak terbantahkan, seperti proyek-proyek besar di bidang infrastruktur.
Namun, di sisi lain, banyak persoalan mendasar yang belum terselesaikan, yang seharusnya menjadi perhatian serius.
Sebagai kader HmI (Himpunan mahasiswa Islam), saya merasa terpanggil untuk memberikan pandangan kritis terkait arah pembangunan di Bontang.
Kota ini membutuhkan lebih dari sekadar proyek fisik, kita butuh kebijakan yang bisa memberikan kesejahteraan sosial yang berkelanjutan dan menjawab kebutuhan nyata masyarakat.
Pertama, mengenai partisipasi publik sebagai pilar utama pembangunan berkelanjutan. Pembangunan sejati bukan hanya tentang jalan raya yang mulus atau bangunan yang megah.
Pembangunan yang sesungguhnya adalah kebijakan yang merespons kebutuhan masyarakat. Salah satu elemen yang kerap terabaikan dalam setiap proyek adalah partisipasi publik.
Masyarakat yang terdampak langsung, seharusnya dilibatkan dalam setiap tahapan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi kebijakan.
Partisipasi ini bukan hanya formalitas, tetapi esensi dari kebijakan yang benar-benar berpihak kepada rakyat.
Sebagai contoh, proyek drainase yang diluncurkan dengan harapan dapat mengatasi masalah banjir di Bontang, ternyata malah memperburuk kondisi dengan munculnya kerusakan jalan dan erosi sungai.
Ini menunjukkan adanya kesenjangan antara apa yang direncanakan di atas kertas dan apa yang terjadi di lapangan.
Keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dapat mencegah kesalahan seperti ini dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar relevan dengan kebutuhan mereka.
Kedua, komunikasi yang transparan dapatmenghindari kebingungan di masyarakat. Selain partisipasi publik, aspek lain yang juga sangat penting adalah komunikasi pemerintah.
Pemerintah Kota Bontang harus mampu menyampaikan setiap kebijakan dengan transparan dan konsisten.
Sebagai contoh, meskipun Wali Kota Bontang menjamin bahwa tarif air dan gas tidak akan naik, banyak warga yang masih merasakan ketidakpastian akibat kabar yang beredar mengenai kemungkinan kenaikan harga.
Ketidakjelasan seperti ini hanya memperburuk ketegangan sosial dan menciptakan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat.
Tak hanya itu, kebijakan seperti pelaksanaan festival musik yang dilakukan meskipun ada larangan dari pemerintah pusat, menunjukkan inkonsistensi dalam penerapan kebijakan.
Ketidakpatuhan terhadap kebijakan pusat ini menambah kebingungan di masyarakat dan merusak citra pemerintah.
Oleh karena itu, komunikasi yang jelas dan terbuka sangat penting agar kebijakan pemerintah dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat dan tidak menimbulkan kebingungannya.
Ketiga, integritas birokrasi adalah dasar kepercayaan publik. Salah satu isu besar yang perlu mendapat perhatian serius adalah integritas birokrasi.
Isu tentang perekrutan pengawas Pro-RT yang diduga lebih mengutamakan kedekatan politik daripada kompetensi, jika terbukti benar, akan merusak kredibilitas pemerintahan.
Birokrasi yang sehat seharusnya berlandaskan pada prinsip meritokrasi, di mana jabatan publik diisi oleh individu yang benar-benar berkompeten dan berintegritas, bukan yang sekadar dekat dengan kekuasaan.
Birokrasi yang berbasis pada kedekatan politik berisiko menurunkan kualitas pelayanan publik dan menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Oleh karena itu, transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses seleksi jabatan publik sangat penting agar birokrasi dapat berfungsi dengan profesional dan efisien.
Selanjutnya, pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan. Secara keseluruhan, meskipun ada sejumlah kemajuan di sektor infrastruktur, masih banyak aspek yang perlu diperbaiki agar pembangunan di Bontang benar-benar berpihak kepada kepentingan rakyat.
Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan yang diambil dapat menciptakan kesejahteraan sosial yang merata dan berkelanjutan.
Ini hanya bisa tercapai dengan melibatkan masyarakat dalam setiap tahapan pembangunan, mengedepankan komunikasi yang terbuka dan transparan, serta menjaga integritas birokrasi.
Sebagai kader HmI, saya merasa memiliki tanggung jawab moral untuk terus mengawal dan mengawasi setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Pembangunan yang sejati bukan hanya soal bangunan fisik, tetapi bagaimana kebijakan dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan sosial masyarakat.
Untuk Bontang yang lebih baik, keadilan bukan hanya apa yang tertulis di atas kertas, tetapi bagaimana mengimplementasikan secara tegas.
Oleh karena itu, mari kita berbenah dengan memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil benar-benar untuk kepentingan rakyat, bukan hanya untuk kepentingan sesaat atau kelompok tertentu.
Pemerintahan yang bersih, transparan, dan partisipatif adalah kunci untuk mewujudkan Bontang yang maju dan berkeadilan.
Dengan meningkatkan partisipasi publik, menjaga komunikasi yang jelas, dan memperbaiki birokrasi, kita dapat memastikan bahwa pembangunan di Bontang tidak hanya menghasilkan infrastruktur, tetapi juga kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh warganya.
Kini saatnya kita mengarah ke Bontang yang lebih baik, dengan kebijakan yang lebih bijaksana, lebih adil, dan lebih berpihak pada rakyat.
Sebab, pembangunan yang berkeadilan tidak bisa hanya dilihat dari hasil angka dan statistik, tetapi dari kesejahteraan nyata bagi masyarakat. (***)