KUTIM – Sejumlah warga dan perangkat desa angkat bicaara dalam mediasi yang dilakukan Gubernur Kalimantan Timur di Jalan Sidrap Dalam, RT Dusun Batang Bengkal, Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan, Senin (11/8/2024).
Pertama, Kepala Dusun Jilmu, Farida Aryani, dalam paparannya mewakili RT 13, 16, dan 17.
Dia menyampaikan fasilitas pendidikan, khususnya sekolah dasar (SD), sudah mulai diperbaiki, begitu juga dengan infrastruktur jalan.
“Tapi saya berharap pelayanannya lebih ditingkatkan dan pemekaran wilayah perlu diwajibkan,” katanya di hadapan Gubernur.
Kedua, penyampaian dari Ketua RT 14 Dusun Jilmu, Muhammad Idris, yang mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kutim karena telah menyalurkan bantuan sebesar Rp250 juta ke masing-masing RT.
“Tahun ini anggaran dari Pemkab Kutim Rp250 juta dan ini bukti untuk pembangunan infrastruktur, jembatan, dan lainnya,” ungkapnya.
“Kemudian saal jumlah KK, awalnya hanya 20 KK dan sekarang sudah 65 KK di RT 14 khususnya,” tambahnya.
Ketiga, Kepala Dusun Bekal Pinang, Abdul Rahman, mewakili RT 12, 11, dan 19, mengatakan pembangunan infrastruktur dan pelayanan di Desa Martadinata masih dalam proses berjalan.
“Kami harap persoalan Sidrap ini jangan dibawa ke ranah politik,” tegasnya.
Keempat, dari LPM, Sutrisno menyampaikan keluhan terkait administrasi dari Pemkab Kutim.
“Sebenarnya beberapa RT lebih dekat ke Bontang karena urusan pekerjaan, kesehatan, dan pendidikan, makanya mereka lebih memilih ke Bontang,” bebernya.
Kelima, Kepala Dusun Batang Bengkal dalam paparannya meminta pemekaran wilayah agar semua keluhan masyarakat, baik terkait pelayanan, kesehatan, maupun pendidikan, dapat tertangani dengan lebih baik.
“Kutim sekarang sudah berusaha lebih dekat dalam pelayanan. Kalau soal infrastruktur sementara berjalan, dan pendidikan, SD sudah ada,” katanya
Keenam, dari Ketua Kelompok Tani, Saka, menurutnya sejak tahun 1990a sudah tinggal di Kampung Sidrap.
Kata dia, dari tahun ke tahun warga Sidrap selalu mengusulkan semenisasi jalan ke kebun.
“Dari dulu kita usulkan baik lahan pemakaman, lahan pertanian, semenisasi jalan dan semua itu diabaikan Pemkab Kutim,” urainya.
Terkait pendidikan dan air minum, lanjut dia, Kampung Sidrap belum mendapatkan pelayanan pendidikan yang memadai, hanya ada satu sekolah di Desa Martadinata yakni SDN. Sementara untuk air minum, semuanya berasal dari Bontang.
“Kami ada bantuan sepatu juga diberikan, termasuk air bersih. Air bersih bagus, tapi akses belum terlalu bagus khusus ke aliran warga,” bebernya.
Ketujuh, Ketua RT 24, Edi Sutiawan, berharap agar 135 KK di wilayahnya bisa masuk ke Kelurahan Guntung, Bontang.
“Harapan kami 135 KK masuk di Bontang,” jelasnya.
Kedelapan, Pendamping Desa, Budi, dalam penjelasannya menyatakan polemik antara Bontang dan Kutim bisa diselesaikan dengan solusi pemekaran wilayah.
“Solusinya pemekaran,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Martadinata, Trisno, menyampaikan kedua daerah sama-sama memberikan pelayanan yang baik. Terlebih saat ini, Kutim sedang dalam proses pembangunan.
“Apa yang dibicarakan semua tadi itu adalah bagian dari demokrasi. Tapi faktanya, Kutim dalam pelayanannya baik. Jadi tidak benar jika dikatakan pelayanan Kutim tidak baik,” tegasnya.
Terakhir, Yohanes, perwakilan dari warga Kampung Sidrap, selama ini berada di bawah pelayanan Bontang dengan jumlah penduduk kurang lebih 5.000 jiwa dan 2.309 pemegang KTP.
“Itu semuanya masuk di Bontang, dan ini fakta,” ungkapnya.
Paparanya, gugatan masyarakat Sidrap telah masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK) sejak 2024.
Hal ini dilatarbelakangi oleh sejarah bahwa sejak terbitnya Permendagri Nomor 25 Tahun 2005, masyarakat Sidrap sudah pernah membentuk Desa Pulau Pinang.
“Sidrap itu waktu itu masih walikotanya Bapak Sofyan Hasdam. Kami sudah membentuk desa bernama Desa Pulau Pinang,” jelasnya.
Namun, saat peresmiannya, DPR Kutai Timur hadir dan menyatakan bahwa wilayah tersebut tidak pantas masuk Kutim.
“Sehingga dengan sendirinya desa itu bubar, balik kanan, masuk ke Bontang. Jadi yang menjadi patokan kami adalah kami ini membutuhkan kehidupan,” tambahnya.
Untuk itu, ia berharap polemik ini segera diselesaikan demi kesejahteraan warga, baik secara ekonomi maupun sosial.
“Satu yang kami harapkan untuk seluruh masyarakat Sidrap, saya selaku pengurus Forum Komunikasi Tujuh RT yang ada di Bontang selalu mengutamakan bahwa mari kita hidup berdampingan,” pungkasnya. (*/Ayb)