SAMARINDA – Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kaltim menyuarakan kekhawatiran atas rencana pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) oleh pemerintah pusat.
Dalam diskusi publik dengan tema “Perjuangan Keadilan Fiskal” di Graha Pergerakan, Minggu (5/10/2025), mereka mendorong konsolidasi seluruh pemerintah daerah di Kaltim.
“Kalau ini terus dibiarkan, daerah akan semakin tertinggal. Kita butuh sikap bersama, bukan jalan sendiri-sendiri,” tegas Syafrudin, Ketua IKA PMII Kaltim.
Dirinya menilai, pemangkasan DBH bisa berdampak langsung pada proyek pembangunan di Kaltim.
Menurutnya, transisi ekonomi menuju energi terbarukan juga butuh dukungan fiskal.
“Selama ini kita menyumbang dari sektor fosil, tapi sekarang diminta pindah ke energi hijau. Itu perlu biaya dan keadilan fiskal,” lanjutnya.
Diskusi juga menghadirkan tokoh-tokoh daerah. Anggota DPRD Kukar, Desman Minang, menyebut pemda harus lebih vokal.
“Kita ini daerah penghasil. Tapi giliran pembagian anggaran, kita yang paling ditekan,” ujarnya.
Akademisi Ridwan Idris menambahkan bahwa isu ini bukan hanya teknis, tapi menyangkut keadilan sosial.
“Ini soal hak masyarakat. Bukan sekadar angka di atas kertas,” katanya.
Data KUA-PPAS 2026 menunjukkan alokasi DBH Kaltim diperkirakan turun drastis.
Dari Rp6,9 triliun menjadi Rp1,5 triliun jika dipotong 78 persen. Angka itu dinilai tidak masuk akal bagi daerah penghasil migas dan batu bara.
Aktivis kebijakan publik Asman Azis menegaskan pentingnya tekanan politik ke pusat.
“Kalau daerah diam, pusat akan terus pangkas. Harus ada perlawanan kebijakan,” ucapnya.
Diakhir diskusi Alumni PMII menyatakan akan menyusun rekomendasi resmi. Mereka berencana mengawal isu ini hingga ke tingkat kementerian.
“Dari aspek sosiologis, politik termasuk argumentasi hukum, kita akan mengawal soal ini,” pungkas Syafruddin yang juga anggota Komisi XII DPR RI. (*/Ayb)