SAMARINDA – Dugaan pencemaran lingkungan yang terjadi di Bontang, yang melibatkan perusahaan pengolahan Crude Palm Oil (CPO), Energi Unggul Persada (EUP), kini tengah menjadi sorotan.
Anggota Komisi XII DPR RI, Syafruddin, memastikan bahwa kejadian tersebut akan mendapat perhatian khusus dari dirinya dan lembaga legislatif.
Pencemaran yang diduga merugikan lingkungan laut tersebut, khususnya bagi para nelayan setempat, segera akan dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian Lingkungan Hidup.
Syafruddin mengungkapkan bahwa ia telah menerima video terkait dugaan pencemaran tersebut dan saat ini sedang mempelajarinya lebih lanjut.
Ia menegaskan akan mengambil langkah tegas dalam mengawal penyelidikan lebih lanjut mengenai masalah ini.
“Saya sudah menerima video terkait kejadian ini, dan akan menjadi perhatian khusus saya. Nanti akan saya suarakan di RDP, bahkan bila perlu kami akan mengusulkan untuk memanggil pihak terkait di Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Kementerian Lingkungan Hidup,” ujar Syafruddin, usai menghadiri buka puasa bersama DPW PKB Kaltim, Selasa (25/03/2025) malam.
Menurutnya, langkah tersebut diperlukan agar pihak-pihak yang terlibat, termasuk perusahaan yang beroperasi di wilayah Bontang, dapat memberikan penjelasan.
Syafruddin juga berencana untuk melibatkan Dirjen Gakkum (Penegakan Hukum) Kementerian Lingkungan Hidup untuk memastikan proses pengawasan dan penegakan hukum terhadap dugaan pencemaran lingkungan ini berjalan dengan transparan dan sesuai aturan.
“Jika memang terbukti ada pencemaran, tentu pelakunya harus diketahui dan harus ada tindakan tegas. Kami akan terus memantau dan mengawal masalah ini dengan serius,” tegasnya.
Syafruddin juga mengingatkan bahwa para nelayan di sekitar wilayah Bontang menjadi korban dari dugaan pencemaran ini. Aktivitas pencemaran yang merusak lingkungan laut tentu akan berdampak pada kehidupan mereka, yang bergantung pada sumber daya alam laut untuk mata pencaharian.
“Nelayan di sana sudah cukup lama terhimpit oleh berbagai masalah lingkungan, dan kini mereka menjadi korban lagi. Kita harus memastikan agar permasalahan ini dapat diatasi dengan segera dan tidak ada lagi pihak yang dirugikan,” tambah Syafruddin.
Syafruddin juga mengungkapkan bahwa ia berencana untuk memanggil semua pihak yang beroperasi di wilayah laut Bontang yang rentan terhadap pencemaran. Hal ini dilakukan untuk menggali lebih dalam mengenai sumber dari pencemaran tersebut dan siapa yang seharusnya bertanggung jawab.
“Tentunya, setelah Lebaran, kami akan segera mengadakan RDP. Semua pihak yang terlibat dalam kegiatan yang berpotensi mencemari lingkungan akan diundang untuk memberikan penjelasan. Kita akan mencari tahu siapa pelaku sebenarnya dan dari mana sumber pencemaran ini berasal,” jelas Syafruddin.
Dengan tegas, Syafruddin menyampaikan bahwa DPR RI akan mengawal kasus ini agar tidak ada pihak yang lepas dari tanggung jawab, terutama jika ditemukan adanya pelanggaran lingkungan yang merugikan masyarakat.
Kasus pencemaran lingkungan ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga keberlanjutan sumber daya alam dan kelestarian lingkungan hidup di Bontang dan seluruh wilayah Indonesia. Syafruddin menegaskan bahwa langkah tegas akan diambil untuk memastikan agar kejadian serupa tidak terulang lagi di masa depan.
“Semua pihak harus bertanggung jawab dalam menjaga lingkungan. Kami akan terus bekerja sama dengan berbagai pihak terkait untuk menjaga agar sumber daya alam kita tetap lestari demi generasi mendatang,” pungkasnya
Diberitakan sebelumnya Perusahaan pengolahan minyak sawit PT Energi Unggul Persada (EUP) membenarkan pihaknya membuang limbah cair hasil produksinya ke laut.
Tetapi, mereka mengklaim mekanisme pembuangan limbah tersebut telah sesuai dengan aturan yang berlaku. Serta telah memenuhi izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan ambang batas yang ditetapkan.
Ia menegaskan bahwa perusahaan secara rutin melakukan uji laboratorium terhadap limbah tersebut setiap tiga bulan sekali untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan.
Sementara, Wakil Wali Kota Bontang Agus Haris menyebut, dugaan pencemaran laut di perairan Bontang merupakan wewenang Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim).
Pencemaran Laut saat ini menjadi perhatian publik. Fenomena ikan mati massal ini viral di media sosial setelah akun Nina Iskandar mengunggah video yang memperlihatkan ratusan ikan mengapung dalam kondisi tak bernyawa.
“Karena lokasi kejadian berada di wilayah perairan, maka hal ini juga menjadi ranah Pemprov Kaltim,” kata Agus Haris saat dihububhi, Senin (24/3/2025).
Meski demikian, Agus Haris mengaku telah meminta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk meninjau langsung lokasi yang diduga perairan tercemar. Bahkan kata dia, sebelumnya DLH Bontang telah melakukan oemanruan sebab telah ada laporan sebelumnya.
“DLH Bontang telah menerima laporan dari warga terkait peristiwa ini sejak Kamis, 20 Maret 2025. Saya sudah meminta DLH untuk meninjau langsung,” akunya.
Banyak pihak menduga kematian ikan ini terkait dengan aktivitas industri di sekitar wilayah tersebut. Namun, Wakil Wali Kota Bontang, Agus Haris, meminta masyarakat untuk tidak terburu-buru menyimpulkan sebelum ada hasil investigasi resmi.
“Kita tidak bisa serta-merta menyimpulkan bahwa limbah tersebut berasal dari salah satu industri yang ada di wilayah Bontang Lestari dan sekitarnya apabila belum ada hasil investigasi di lapangan,” katanya.
Agus Haris juga menyampaikan, bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang akan memastikan, industri di sekitar lokasi kejadian mematuhi aturan lingkungan yang berlaku.
“Bontang ini kota industri, kita tumbuh berkembang bersama. Persoalan kelalaian itu kembali ke internal perusahaan. Akan tetapi, perusahaan tetap memiliki tanggung jawab jika dampak yang ditimbulkan merugikan nelayan setempat,” tegasnya.
Namun, Agus Haris menegaskan, jika terbukti ada kesalahan prosedur dalam pengelolaan limbah, maka perusahaan wajib memberikan sanksi kepada pengelola yang bertanggung jawab.
Selain itu, ia juga menekankan bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab publik untuk memberikan kompensasi kepada nelayan yang terdampak.
“Apabila terjadi kesalahan prosedur, pihak perusahaan wajib memberikan sanksi kepada pengelola yang bertanggung jawab di perusahaan tersebut. Perusahaan juga memiliki tanggung jawab publik untuk memberikan kompensasi karena nelayan tidak bisa mendapatkan ikan,” tegasnya. (***)