OPINI – Hari Raya Idul Fitri 1446 H telah tiba, membawa kebahagiaan dan kesempatan bagi umat Islam untuk merayakan kemenangan atas bulan suci Ramadhan.
Namun, apakah kita telah menemukan diri kita yang sesungguhnya di balik tradisi dan ritual yang kita lakukan? Ataukah kita hanya terjebak dalam kebiasaan yang berulang-ulang tanpa makna yang mendalam?
Martin Heidegger, seorang filsuf asal Jerman, memberikan perspektif yang menarik tentang keberadaan manusia dan pentingnya menemukan diri autentik.
Konsep “Da-sein” yang dikembangkannya menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang terlibat dengan alam dan dunia sekitarnya. Namun, kita seringkali terjebak dalam kebiasaan dan ritual yang membuat kita lupa dengan diri kita sendiri.
Dalam konteks Hari Raya Idul Fitri, kebiasaan seperti berpuasa, mudik lebaran, dan takbiran dapat menjadi sarana untuk menemukan diri kita yang autentik. Namun, jika kita tidak memahami makna di balik kebiasaan tersebut, maka kita akan terjebak dalam keterlemparan dan kehilangan diri kita yang sesungguhnya.
Heidegger berpendapat bahwa kebebasan adalah kunci untuk menemukan diri kita yang autentik. Kebebasan dari perbudakan, perpecahan, dominasi, kesombongan, dan kejahatan dapat membawa kita kepada keberadaan yang lebih autentik.
Dalam konteks Hari Raya Idul Fitri, kebebasan ini dapat diwujudkan dalam bentuk memaafkan dan meminta maaf kepada sesama.
Memaafkan dan meminta maaf dapat membantu kita melampaui kondisi faktisitas dan menciptakan keberadaan yang lebih autentik.
Dengan demikian, kita dapat menemukan kedamaian batin dan mencapai pertumbuhan pribadi. Ini adalah langkah penting dalam perjalanan spiritual dan filosofis untuk mencapai pemahaman diri yang lebih dalam dan kebebasan otonom dari keterbatasan dunia yang ada.
Dalam momen Hari Raya Idul Fitri ini, kita diingatkan akan pentingnya memaafkan sebagai langkah awal menuju pemahaman diri yang lebih autentik.
Mari kita gunakan kesempatan ini untuk menemukan diri kita yang sesungguhnya dan mencapai keberadaan yang lebih autentik. (***)
Penulis: Beno
“Ketua Perhimpunan Mahasiswa Indonesia Luwu Utara (Pemilar) Kec. Tanalili.”